Aku ambil kisah ini dari buku LKSku
Ini kisah persahabatan dua anak manusia. Yang satu putra presiden, yang lain adalah rakyat jelata bernama Pono. Persahabatan ini sudah terjalin sejak mereka masih di bangku sekolah. Pono punya kebiasaan yang kadang menjengkelkan. Apa pun yang terjadi di depannya selalu dianggap positif. "Itu baik," katanya senantiasa.
Hari itu, seperti yang sering mereka lakukan, Pono menemani sahabatnya berburu. Tugasnya membawa senapan dan mengisi peluru agar selalu siap digunakan. Entah kenapa, barang kali belum terkunci secara sempurna, setelah diserahkan pada sahabatnya, senapan itu meletus. Akibatnya cukup fatal. Ibu jari putra presiden terkena terjangan peluru dan putus. Melihat itu, tanpa sadar dengan kalemnya Pono berkomentar, "Itu baik." Kontan sahabatnya naik pitam. "Bagaimana kau ini? Jempolku putus tertembak malah kau bilang baik. Brengsek!" Agaknya kai ini kelakuan Pono tak termaafkan. Ia dijebloskan ke penjara.
Beberapa bulan kemudian. sang putra presiden kembali pergi berburu ke Afrika. Malang, ia tersesat di hutan lebat dan tertangkap suku primitif yang masih kanibal. Malam harinya dalam keadaan terikat ia akan dibakar untuk disantap ramai-ramai. Anehnya, mendadak ia dibebaskan. Belakangan ketahuan kalau suku tersebut pantang memangsa makhluk yang organ tubuhnya tidak lengkap.
Nasib baik itu membuat san putra presiden termenung. Ia teringat kembali peristiwa ketika jempolnya putus tertembak lantaran ulah Pono. Ia kemudian menemui Pono di penjara.
"Ternyata kau benar. Ada baiknya jempolku tertembak," katanya sembil menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya di Afrika. "Aku menyesal telah memenjarakanmu."
"Oh, tidak. Bagiku ini baik."
"Bagaimana kau ini? Memenjarakan temean kau bilang baik?"
"Kalau aku tidak dipenjara. Pasti saat itu aku bersamamu."
Kisah satir ini mengingatkan pada pernyataan Rudolph Bourne, intelektual Amerika yang juga anak didik John Dewey. Katanya, seorang teman itu memang dipilih untuk kita berdasarkan hukum perasaan yagn tersembunyi, bukan oleh kehendak sadar kita si manusia.
Aku harap aku punya teman seperti itu. Sayangnya tidak... Tapi aku sudah cukup senang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar